Minggu, 28 Oktober 2018

Kurasi (dari jurnal kualitas rendah saya)



Walau tak sendiri, tapi ibarat terdampar. Terkurung, tapi oleh batas yang tak tampak. Padahal ramai, tapi tidak sepatah suarapun tak terdengar asing. Terjebak dalam arus manusia yang masuk, menetap lalu keluar menembus garis-garis yang tak tampak tadi, sedang diri sendiri terus tak berubah, bagai segunduk endapan di tengah muara yang sekalipun dibatasi gerakan tidak sekalipun melaju.

Sudah sepuluh jam kurang lebih, setengah di antaranya tidak seharusnya terjadi. Kantuk telah datang dan pergi, langit mendung beralih dari terang ke gelap-gelapan, sampai-sampai udara dalam ruang tunggu perlahan terasa berat. Aku letih melepas pasang sepatu, aku letih dengan meninggalkan kursi demi melepas ketegangan di bawah perut. Aku lelah dengan puluhan pengumuman yang satupun tidak memberi keterangan lebih lanjut. Hanya perintah implisit untuk terus menunggu, terus menunggu.

Ingin hati melakukan hal yang berbeda, sayang kepala menolak dan tubuh hanya ingin diletak.