Assalamualaikum!
Posting ini dibuat berdasarkan pengalaman. Buat yang mau apply Beasiswa Monbukagakusho pasti banyak yang ragu gara-gara takut kesasar program studi atau kesasar ke universitas yang gak terkenal. Bukan cuma itu sih, di brosurnya juga gak begitu dijelaskan gimana penentuan program studi sama universitasnya.
Jadi teman-teman yang mau apply, jangan malu-malu buat apply.
Pertama buat program studi (undergraduate/S1). Nanti, kalau udah lewat seleksi tertulis, bakalan ada wawancara di Kedutaan Besar Jepang yang di Jakarta. Sebelum wawancara bakalan disuruh ngisi banyak formulir, salah satunya itu pilihan program studi. Nah, dari situlah ditentukan program studinya. Kalau takut kesasar program studi, yah menurut saya isinya cukup pilihan pertamanya aja. Buat apa juga udah jauh-jauh ke Jepang tapi gak dapat program studi yang sesuai dengan keinginan. Buat tahun keberangkatan 2014, seluruhnya bisa dibilang dapat pilihan pertama untuk program studi.
Buat masalah universitas. Kelebihan dari ikut yang S1 itu ada di sini. Kalau D3 dan D2 itu universitasnya dipilihan, tapi S1 beda. Saya juga baru aja dapat informasinya. Jadi nanti buat grantee S1 bakalan disuruh milih tujuh universitas. Berdasarkan hasil studi di sekolah persiapan selama setahun bisa ditentukan nanti masuk ke universitas mana. Mau masuk Todai? Kenapa nggak.
Wassalamualaikum!
Kamis, 12 Desember 2013
Selasa, 10 Desember 2013
Bertambah
Assalamualaikum!
Ada kalanya kita punya begitu banyak hal yang ingin dibicarakan, tapi gak bisa dimaterialisasikan. Bahan pembicaraan itu cuma ada di pikiran aja, gak pernah sempat jadi kata-kata yang keluar dari mulut. Kalau ada yang pernah baca Norwegian Wood-nya Haruki Murakami mungkin bakalan tahu sama Naoko yang sepanjang cerita sering terdiam tiba-tiba cuma karena gak bisa ngungkapkan apa yang mau dibilangnya.
Jadi kenapa bahas yang beginian?
Yah kurang lebih karena sedang ngalamin hal yang sama. Kadang saya kepikiran kalau tambah tua itu sebenarnya beban. Bukan beban yang datang karena harus bertanggung jawab dengan diri sendiri, tapi beban karena bertambahnya wawasan, ilmu, dan pengalaman. Normalnya, semakin tua seseorang, maka semakin banyak pula ilmunya. Sekarang bandingkan orang tua dengan anak-anak. Mana di antara kedua itu yang lebih stres? Mana yang lebih kesulitan untuk bicara, yang lebih sering mengalami kejadian yang saya sebutin di paragraf pertama?
Orang lebih tua?
Menurut saya sendiri jelas orang yang lebih tua yang demikian.
Gitu aja sih.
Wassalamualaikum!
Ada kalanya kita punya begitu banyak hal yang ingin dibicarakan, tapi gak bisa dimaterialisasikan. Bahan pembicaraan itu cuma ada di pikiran aja, gak pernah sempat jadi kata-kata yang keluar dari mulut. Kalau ada yang pernah baca Norwegian Wood-nya Haruki Murakami mungkin bakalan tahu sama Naoko yang sepanjang cerita sering terdiam tiba-tiba cuma karena gak bisa ngungkapkan apa yang mau dibilangnya.
Jadi kenapa bahas yang beginian?
Yah kurang lebih karena sedang ngalamin hal yang sama. Kadang saya kepikiran kalau tambah tua itu sebenarnya beban. Bukan beban yang datang karena harus bertanggung jawab dengan diri sendiri, tapi beban karena bertambahnya wawasan, ilmu, dan pengalaman. Normalnya, semakin tua seseorang, maka semakin banyak pula ilmunya. Sekarang bandingkan orang tua dengan anak-anak. Mana di antara kedua itu yang lebih stres? Mana yang lebih kesulitan untuk bicara, yang lebih sering mengalami kejadian yang saya sebutin di paragraf pertama?
Orang lebih tua?
Menurut saya sendiri jelas orang yang lebih tua yang demikian.
Gitu aja sih.
Wassalamualaikum!
Sabtu, 07 Desember 2013
Mimpi Jadi Nyata
Assalamualaikum!
Makasih, makasih kepada setiap orang yang pernah saya temui dan kenali. Terima kasih dengan kuantitas yang tidak tersebutkan kepada kedua orang tua, kedua abang dan kedua kakak ipar. Terima kasih yang sama banyaknya kepada semua saudara. Dan terima kasih kepada seluruh teman-teman saya yang luar biasa.
Rabu, 4 Desember 2013, dengan malas-malasan akhirnya saya sampai juga di kampus buat ngerjain tugas fisika. Tugasnya adalah membuat alat peraga dengan suatu konsep fisika tertentu. Setelah banyak membuang waktu karena anggota telat, alat tinggal, alat hilang, alat kurang dan sebagainya, akhirnya tugas itu bisa disebut selesai juga. Saya langsung pulang setelah gak ada lagi yang bisa dikerjakan.
Seperti hari-hari kuliah pada umumnya, untuk pulang itu pertama naik angkot dari belakang ITB. Kurang lebih lima/enam lagu kemudian, turun di persimpangan ke Jln.Gegerkalong Hilir yang ada di Jln.Setiabudhi. Habis itu jalan pelan-pelan sambil ngelamun ke lokasi ngetem angkot-angkot di sepanjang Gegerkalong. Angkot pertama yang bisa dijumpain itu angkot warna kuning yang biasanya selalu kosong. Jalan lagi sedikit dan sampailah di samping angkot hijau yang entah kenapa selalu lebih cepat terisi. Bagian yang paling ngeselin setiap mau naik angkot di tempat ini adalah bagian dipanggil-panggil sama supir angkotnya. "Ayo!", "Polban! Polban! Ayo aa'!", "Ciwaruga aa'!". Mereka manggilin penumpang seolah penumpang itu gak tahu mau pergi ke mana. Dan itu cuma sebagian dari banyak varian cara pemanggilan penumpang lainnya yang biasa mereka lakukan. Saya naik ke salah satu angkot hijau yang trayeknya saya lupa. Setelah memenuhi syarat untuk jalan (penumpang di kanan ada tujuh, penumpang kiri ada lima, penumpang dekat pintu ada dua dan penumpang di kursi depan ada dua), angkotnya akhirnya melaju juga ninggalin spot ngetemnya.
Kosan saya gak begitu jauh dari simpang. Setiap naik angkotnya, biasanya saya itu penumpang yang pertama kali turun. Saya turun di simpang ke komplek, jalan sedikit dan akhirnya sampai juga di depan pagar kosan. Sampai di kamar, saya langsung menjalankan SOP 'Sampai di Kamar Kos'. Berikut adalah langkah-langkahnya: gantung jaket, simpan kacamata dan dompet, simpan kunci pagar di tas, letak handphone di samping tempat tidur, kosongkan tas dari buku-buku, ganti celana, lepas kemeja (kalau pakai).
Setelah semua itu dikerjakan, saya langsung meriksa handphone yang saya pakai buat buka internet. Handphone ini udah gak ada kartunya lagi, dan cuma bisa online kalau ada wifi aja. Singkatnya, handphone itu cuma online di kosan aja. Notifikasi yang pertama kali saya cek itu adalah email masuk. Email masuk sore itu yang ngebuat saya terkejut. Lebih tepatnya, subjek email yang masuk itu yang buat saya terkejut. Subjeknya: Pengumuman Seleksi Final Beasiswa Monbukagakusho S1/D3/D2. Tapi ini masih Desember, bukannya pengumumannya Januari? Tanpa selesai ngebaca isi emailnya, saya langsung buka attachment yang isinya list peserta yang lolos seleksi. Degup jantung saya waktu ngecek attachment itu sampai terasa getarannya saking cepatnya.
And there it was my name.
Wassalamualaikum!
Makasih, makasih kepada setiap orang yang pernah saya temui dan kenali. Terima kasih dengan kuantitas yang tidak tersebutkan kepada kedua orang tua, kedua abang dan kedua kakak ipar. Terima kasih yang sama banyaknya kepada semua saudara. Dan terima kasih kepada seluruh teman-teman saya yang luar biasa.
Rabu, 4 Desember 2013, dengan malas-malasan akhirnya saya sampai juga di kampus buat ngerjain tugas fisika. Tugasnya adalah membuat alat peraga dengan suatu konsep fisika tertentu. Setelah banyak membuang waktu karena anggota telat, alat tinggal, alat hilang, alat kurang dan sebagainya, akhirnya tugas itu bisa disebut selesai juga. Saya langsung pulang setelah gak ada lagi yang bisa dikerjakan.
Seperti hari-hari kuliah pada umumnya, untuk pulang itu pertama naik angkot dari belakang ITB. Kurang lebih lima/enam lagu kemudian, turun di persimpangan ke Jln.Gegerkalong Hilir yang ada di Jln.Setiabudhi. Habis itu jalan pelan-pelan sambil ngelamun ke lokasi ngetem angkot-angkot di sepanjang Gegerkalong. Angkot pertama yang bisa dijumpain itu angkot warna kuning yang biasanya selalu kosong. Jalan lagi sedikit dan sampailah di samping angkot hijau yang entah kenapa selalu lebih cepat terisi. Bagian yang paling ngeselin setiap mau naik angkot di tempat ini adalah bagian dipanggil-panggil sama supir angkotnya. "Ayo!", "Polban! Polban! Ayo aa'!", "Ciwaruga aa'!". Mereka manggilin penumpang seolah penumpang itu gak tahu mau pergi ke mana. Dan itu cuma sebagian dari banyak varian cara pemanggilan penumpang lainnya yang biasa mereka lakukan. Saya naik ke salah satu angkot hijau yang trayeknya saya lupa. Setelah memenuhi syarat untuk jalan (penumpang di kanan ada tujuh, penumpang kiri ada lima, penumpang dekat pintu ada dua dan penumpang di kursi depan ada dua), angkotnya akhirnya melaju juga ninggalin spot ngetemnya.
Kosan saya gak begitu jauh dari simpang. Setiap naik angkotnya, biasanya saya itu penumpang yang pertama kali turun. Saya turun di simpang ke komplek, jalan sedikit dan akhirnya sampai juga di depan pagar kosan. Sampai di kamar, saya langsung menjalankan SOP 'Sampai di Kamar Kos'. Berikut adalah langkah-langkahnya: gantung jaket, simpan kacamata dan dompet, simpan kunci pagar di tas, letak handphone di samping tempat tidur, kosongkan tas dari buku-buku, ganti celana, lepas kemeja (kalau pakai).
Setelah semua itu dikerjakan, saya langsung meriksa handphone yang saya pakai buat buka internet. Handphone ini udah gak ada kartunya lagi, dan cuma bisa online kalau ada wifi aja. Singkatnya, handphone itu cuma online di kosan aja. Notifikasi yang pertama kali saya cek itu adalah email masuk. Email masuk sore itu yang ngebuat saya terkejut. Lebih tepatnya, subjek email yang masuk itu yang buat saya terkejut. Subjeknya: Pengumuman Seleksi Final Beasiswa Monbukagakusho S1/D3/D2. Tapi ini masih Desember, bukannya pengumumannya Januari? Tanpa selesai ngebaca isi emailnya, saya langsung buka attachment yang isinya list peserta yang lolos seleksi. Degup jantung saya waktu ngecek attachment itu sampai terasa getarannya saking cepatnya.
Wassalamualaikum!
Langganan:
Postingan (Atom)