Sabtu, 20 Juli 2013

~ Second Day of Tenei

Assalamualaikum!

Sebelumnya saya udah cerita tuh soal hari kedua, kali ini saya mau lanjutin lagi sampai selesai. Yang belum baca awal hari kedua, ba-caa du-luu saa-naa! Maaf juga udah ditinggalin seminggu - cem banyak yang baca aja.

Setelah makan siang yang menurut saya kurang menyengangkan perut itu (bola nasi + sup + apel), kami digelandang balik ke bus masing-masing sesuai dengan pengelompokan chapter, dalam hal ini chapter akhir saya adalah Kinan. Tujuan kami selanjutnya adalah semacam aula pertemuan gitu, di situ bakalan ada sesi cerita mengenai kejadian tsunami dari korban yang berasal dari Tomioka-machi/Kota Tomioka.

Tempat pertemuannya gak besar-besar kali, tapi seperti seluruh hal yang ada di Jepang, bangunannya punya standar yang bagus. Kami dipersilahkan masuk dan duduk sesuai dengan chapter masing-masing. Acara di situ dibuka dengan presentasi mengenai Tomioka-machi sebelum dihantam bencana. Ibu yang presentasi itu masih agak-agak muda gitu, rambutnya pendek, terus syukurnya bisa Bahasa Inggris. Awal-awal presentasi dia masih senang ngasih penjelasan, tapi mendekati akhir, nadanya berubah bahkan dia hampir nangis gitu waktu teringat kalau rumahnya di Tomioka-machi gak bisa dikunjungi lagi.

Jadi, Tomioka-machi itu kota yang gak parah kena gempa, gak parah juga kena tsunami, tapi parahnya kena radiasi nuklir dari reaktor nuklir Fukushima. Kota itu gak terlalu jauh dari reaktor, alhasil kota harus dievakuasi karena tidak bisa ditinggali lagi. Ibu yang presentasi cerita gimana dulu Tomioka-machi itu terkenal dengan stasiun kereta apinya dan jalan berkilo meter yang sepanjang pinggirannya dihiasi pohon sakura (coba aja search di Google), bahkan ada Festival Bunga Sakura-nya. Kota Tomioka juga punya Festival Api yang udah diselenggara-in selama 800 tahun ditambah lagi stasiun kereta api terindah di Jepang. Sekarang, Tomioka udah ditelantarkan. Ibu itu bisa aja datang ke rumah lamanya, tapi harus dengan pakaian lengkap yang mirip astronot itu - supaya terlindung dari radiasi. Itulah yang buat dia miris pas mendekati bagian akhir presentasinya.

Presentasi dari Ibu berambut pendek ditutup, kemudian acaranya beralih ke bapak-bapak dan ibu-ibu yang jauh lebih tua yang sejak kami datang duduk di tepi ruangan. Beberapa dari bapak-bapak sama ibu-ibu nya bahkan bisa dipanggil kakek-kakek dan nenek-nenek. Bapak-bapak sama ibu-ibu ini juga korban radiasi nuklir dari Kota Tomioka, sekarang mereka tinggal di tempat pengungsian yang didirikan sama Pemerintah Jepang. Karena jumlah peserta banyak, bapak-bapak dan ibu-ibu yang bakalan jadi narasumber itupun dibagi-bagi ke kelompok chapter-chapter. Empat orang narasumber duduk di depan kami dan satu-satu mulai dengan ceritanya masing-masing. Saya masih ada sih catatan lengkap soal pengalaman bapak-bapak sama ibu-ibu itu, cuma kayaknya kalau diceritain satu-satu jadinya betul-betul panjang.

Mungkin saya bisa sampaiin satu-dua cerita yang menurut saya agak luar biasa. Salah seorang bapak-bapak cerita kalau dia itu kerja di perusahaan yang berhubungan dengan supir-menyupir bus. Pas dia pulang, gempa terjadi. Hebatnya, bukannya dia pulang atau sibuk mengkhawatirkan keluarga, dia malah balik ke kantor karena cemas bakalan gak ada yang nyupir di kantor. Terakhir, dia bantuin orang-orang lain evakuasi pakai bus. Selama sharing ini saya ada dapat beberapa informasi mengenai kondisi waktu gempa terjadi bulan Maret 2012 itu:

  1. Setiap telepon seluler itu punya sistem peringatan gempa. Jadi kalau ada gempa, hape-nya ngasitahu sama pemiliknya.
  2. Gempa yang terjadi Maret itu udah diprediksi sama Pemerintah Jepang. 
  3. Komunikasi terputus. Kalau mau komunikasi cuma bisa pakai telepon umum. Demikian juga dengan listrik, air, gas - ikut putus - untuk menghindari hal-hal lainnya.
  4. Masyarakat Tomioka diungsikan ke Kawauchi terus ke Niharu terus ke Koriyama.
Di bagian-bagian akhir sharing itu, ceritanya justru semakin lama semakin serius. Pas dengerin grup lain yang lagi cerita juga, ada aja yang ketawa-ketawa. Grup saya justru pembahasannya lama-lama beralih ke TEPCO (Tokyo Electric Power Company), dan bapak-bapak dan ibu-ibu narasumbernya nyampain keluhannya soal reaktor nuklir. Yah, gitulah. Kurang lebih yang disampaikan setiap narasumbernya sama, hanya pada situasi yang berbeda aja. Sekarang mereka udah tinggal sama-sama di tempat pengungsian.

Waktu ditanya, "Bapak rindu gak tinggal di Tomioka, apa yang paling dirinduin?"

Jawabnya jelas mereka rindu dan yang paling dirindukan itu kebersamaan masyarakatnya. Tapi habis itu bapak itu bilang gak ada gunanya rindu-rindu, sekarang mereka harus bisa kuat untuk tinggal di pengungsian, sekalipun belum tentu bisa pulang lagi. Saya makin kagum gimana mereka udah tua-tua gitu masih kuat dan tetap semangat buat menghadapin bencana yang udah terjadi.

Setelah pembahasan panjang lebar mengenai kejadian di Tomioka-machi, kami dikasih waktu singkat buat belanja di swalayan yang ada di dekat situ. Sebentar aja di situ, kami udah balik ke bus dan dikirim pulang ke hotel British Hills.

Hari itu ditutup dengan kenalan dengan banyak orang baru dan dibodohi permainan-permainan sialan.

Wassalamualaikum!

Senin, 08 Juli 2013

Second Day of Tenei

Assalamualaikum!

Seperti sebelumnya udah saya bilang, saya bakalan cerita lebih dalam mengenai perjalanan ke Jepang sewaktu kunjungan ke Prefektur Fukushima. Oh iya, sekalipun kunjungan kami ke Desa Tenei, kami gak nginap tepat di desanya, kami nginap di hotel bergaya kastil Inggris yang namanya British Hills. Semua gedungnya di-desain macem bangunan jaman dulu Inggris.  Jadi, serasa tinggal di Hogwarts gitu, di tiap kamar juga disediain jubah yang mirip jubah-jubah penyihir di Harry Potter. Skip dulu deh masalah hotelnya, nanti saya bahas lagi.


Seperti bisa dilihat di jadwal yang udah saya upload di postingan sebelumnya (ayo dong yg belum lihat yg pertama, dilihat dulu :D). Kegiatan pertama itu: Temperature check and breakfast. 


Setelah bangun pagi yang begitu sulit. Iya, sulit sekali. Bagi saya, bangun pagi sendiri itu lebih sulit dibandingkan sulitnya si kacang buat ingat sama kulitnya. Pokoknya pagi itu terbangun dan gak terlambat, dan justru saya yang malah bangunin teman sekamar saya yang ada dua orang. Yang pertama Abhisek, dari India. Bukan, sayangnya dia bukan artis Bollywood yang namanya ada Abhisek-abhisek-nya itu. Satu lagi namanya Eman, dari Filipina. Orangnya tipe yang betul-betul senang bergaul dan Bahasa Inggris-nya cem orang Amerika bagusnya.


Waktu saya tulis di atas 'temperature check', itu memang betul-betul ngukur suhu tubuh setiap peserta. Alatnya keren! Kalau di sini kan pakai termometer, harus jepit di ketiak lama-lama (gak tahu deh kondisi ketiaknya cemana). Kalau di sana pakai alat yang cuma lengket ke kulit sebentar, udah bunyi "cetik", langsung deh tahu suhunya berapa. Setelahnya kami breakfast. Seperti sebelumnya, bagi yang makannya ada pantangan punya restoran sendiri dan harus jalan kaki ke sana. Perjalanan ke Pub kali itu jadi kesempatan pertama menikmati salju hasil malam sebelumnya. Berhubung hotelnya juga agak unik, perjalanan ke Pub itu serasa jalan di pedesaan Inggris/Eropa yang penghuninya orang Jepang.


Kegiatan pertama kami di Desa Tenei adalah ngunjungin semacam komunitas desa dan sekitarnya. Dalam beberapa rombongan, kami semua dibawa keliling desa buat ngelihat ada apa aja di desa itu. Ini ada beberapa foto yang agak beda saya masukin



Desa sih desa, tetap aja ada Vellfire-nya.

Ini ada papan caleg-nya. Katanya sih ini partai agak kontroversial.

Papan 'buronan' yang ada di sebelah pos polisi.
Setelah selesai dibawa keliling, kami dibawa balik ke gedung komunitas tadi. Habis itu dibagian semacam adonan nasi, yang disuruh gulung-gulung jadi bentuk bola. Bola nasi-nya ini bukan onigiri yang pakai rumput laut itu. Nasi-nya betul-betul udah halus, bikin bolanya kayak main plastisin. Itulah yang bakalan jadi makan siang kami. Bola-bola nasiitu juga dipakai untuk hiasan pohon. Ini nih ada gambarnya,



Gak musti bola juga, terserah mau bikin apa. Kami juga habis itu dihidangin makan siang ya bola-bola nasi itu juga, tetapi ada saus-nya. Makan siangnya beberapa bola nasi ditambah sup dan apel.

Hmmm, segitu dulu ya. Kalau ditulis satu hari penuh kayaknya bakalan terlalu banyak dan membosankan.

Wassalamualaikum!


Jumat, 05 Juli 2013

First Day of Tenei

Assalamualaikum!

Habis lihat-lihat http://dearcookies.blogspot.com, blog salah satu peserta Kizuna lainnya dari Indonesia, saya jadi kepengen bagi cerita yang lebih mendetail mengenai detail selama lagi di Jepang. Bagian penting dari Kizuna Project itu sendiri sebenarnya adalah mempelajari gimana orang Jepang recover dari bencana gempa + tsunami + nuklir yang waktu itu terjadi. Tapi, karena gak mungkin semua peserta ngelihat seluruh daerah yang terkena efek dari bencana, maka seluruh peserta itu dipisah-pisah untuk melihat daerah-daerah yang berbeda-beda pula. Dan saya sendiri dapat tempat tujuan yang namanya Desa Ten-Ei yang ada di Prefektur/Provinsi Fukushima. 

Kalau dengar kata Fukushima pasti orang-orang langsung mikirnya kami perginya ke reaktor nuklir yang bocor. Sayangnya kami gak pergi ke sana, lagian gak boleh, entar kena radiasi, pulang-pulang jadi mutan. Desa yang kami kunjungi ini rusak sedikit kena gempa (tapi kami gak ditunjukin langsung ke bagian yang rusak), tidak kena tsunami tetapi terkena dampak tidak langsung dari meledaknya reaktor nuklir. Meledaknya reaktor nuklir menimbulkan semacam gosip yang bilangin kalau semua produk dari Fukushima (tidak terkecuali) itu berbahaya. Maka, Desa Ten-Ei yang merupakan   penghasil beras terbaik di Jepang-pun terkena imbas. Hebatnya, setelah setahun desa ini bisa dibilang hampir sembuh karena udah bisa menghilangkan efek-efek berbahaya dari radiasi nuklir. Penduduknya hebat-hebat, belum ada bantuan dari pemerintah aja mereka udah mulai buat berinovasi supaya bisa ngilangin sisa-sisa radiasi dari pertanian mereka. Salut pokoknya!

Salah satu daerah ladang mereka
Kegiatan di Ten-Ei itu berjalan selama 4 hari yang udah termasuk hari kedatangan sama kepulangan. 

Karena bakalan panjang, saya cerita buat kedatangannya dulu deh! Setelah berangkat dari Tokyo dengan shinkansen, kami sampai di stasiun setempat. Terus dibawa pakai bus ke penginapan yang dekat ke desanya. Wah, di penginapan disambutnya sama apa ya istilahnya, kondisinya bersalju ditambah angin kencang. Semacam-semacam badai gitu. Ada acara penyambutan kecil-kecilan di hotel itu. Setiap orang dibagiin okiagari koboushi (maaf kalau salah ketik), semacam mainan kecil yang kalau didorong balik ke posisi semula. Kayaknya handmade, soalnya bentuknya beda semua, ada yang kecil, ada yang besar. Saya gak begitu ingat, apakah besoknya atau malam itu kami dibagikan jadwal kegiatan selama di Tenei Mura.


Ini jadwalnya selama di sana
Jadi, malam kedatangan itu gak ada kelakuin hal yang penting-penting kali. Paling juga kenal-kenalan sama orang dari negara lain. Terus, karena saya Islam, tempat makannya dipisah. Jadi karena waktu itu saljunya agak ganas, yang sesama Islam diangkut pakai mobil ke Pub (iya, Pub yang bar itu) hotelnya buat makan. Selama di situ saya jadi makin kagum sama akomodasi yang disediain. Mereka udah persiapan buat akomodasi orang Islam yang gak bisa makan babi, orang Hindu yang gak boleh makan daging sapi, sama orang vegetarian yang cuma makan sayur.

Begitulah malam pertama di Tenei. Tempat ini juga jadi tempat pertama kalinya buat saya ngelihat salju, megang-megang salju, sampai mijak-mijak salju yang tebal. Oke dah!

Wassalamualakum!


Makan di Restoran Padang

Assalamualaikum!

Hari ini saya pengen membahas sedikit mengenai Restoran Padang dan sejenisnya. Pastinya semua orang tahu yang mana yang namanya Restoran Padang. Dimana-mana ada, dari mulai Aceh sampe Papua mungkin juga ada. Entah kenapa, walaupun ada begitu banyak jenis makanan di Indonesia, tapi Restoran Padang lah yang kelihatannya disukai sama semua orang.

Tapi, yang mau saya bahas itu lebih ke cara penyajian makanan yang ada di Restoran Padang. Tahu laya?

Pertama kita datang, duduk, terus ditanya berapa orang yang makan. Gak lama kemudian, datanglah pelayan mengantar piring makan yang kosong sekalian sama bawa nasi sebaskom. Baru setelahnya datang pelayan super yang bisa bawa piring lauk sampai lebih dari sepuluh biji sekali jalan. Kerennya, piringnya itu gak goyang-goyang di tangannya, bahkan dengan banyak piring di tangan, pelayannya bisa narok piringnya satu-satu ke meja makan kita. Tanpa ada yang tumpah. Kadang bisa juga sih makannya langsung bilang mau pakai apa, apalagi buat yang dompetnya gak tebal, tapi sekarang kita ceritanya yang dihidangin lengkap di meja aja. Ceritanya lagi banyak duit.

Setelah makanan lengkap terhidang, selanjutnya kita tinggal cuci tangan, tuang nasi, terus ambil lauk. Seperti yang kita semua tahu, makan di Restoran Padang itu, sekalipun dihidangin semua, bukan berarti all you can eat. Ada itu seingat saya lawakan soal orang bule yang dihidangin segala lauk, dianya ngira tinggal makan aja. Karena dia pikir mubazir kalau gak habis, dia habisinlah semua makanannya. Terus waktu mau balik dia justru gak bisa bayar bon-nya karena kemahalan. Berkat hari itu diapun tahu kalau makan di Restoran Padang itu bayar sesuai yang dimakan.

Yang mau saya bahas tetapi juga bukan itu. Pertama saya kasih dulu beberapa contoh. Misalnya dikasih sepiring ayam gulai yang ada dua potong, terus kita ambil sepotong, setahu saya itu harus bayar sepiring. Kalau dikasih sepiring sayur, terus cuma dimakan seutrit, bayarnya juga sepiring. Terus kalau kita mau kuah aja, seingatnya saya gak bayar. Tuang aja kuahnya dari tepi piring tanpa ngambil lauknya. Terus kalau geram sama makanannya, pegang-pegang aja, jemet-jemet sampai puaa, asal gak kelihatan diambil atau rusak, makanannya itu gak perlu dibayar kok. Jadi dari sini saya punya beberapa pertanyaan:

1. Kalau saya ambil ayamnya sepotong, ayam yang sepotong lagi diapakan?
Ada gak yang kepikiran gini? Kalau saya rasa, wajarnya yah dibuang, walaupun sayang tapikan udah tercemar sama orang lain. Mana ada yang tahu kalau ayam sepotong lagi masih suci atau udah dijilat-jilatin sama pelanggan sebelumnya karena kelihatan menggoda dan nikmat. Tapi, mungkin ada aja kan restoran pelit yang gak mau rugi. Ayam sepotong lagi, kelihatannya masih bersih campur dah ke sumbernya.
Begitu juga sama sayurnya. Kalau gak diambil sampai habis, terus diapain sisanya? Dibuang kan? Tolong iya, janganlah dicampur lagi.

2. Kalau ada orang jahat gimana?
Misalnya ada nih, orang jahat yang kayak di filem-filem. Dia kena penyakit apa gitu, yang gampang nularinnya, misalnya aja pakai keringat atau mungkin pakai daki. Kalau dia kesal, terus di taburnya dakinya ke dalam kuah gulai ayam, terus gulai ayam itu diambil balik sama restorannya karena kelihatan belum disentuh gimana? Bisa nyebar dong penyakitnya.
Syukur aja sampai sekarang belum ada berita kayak gitu. Semua masih sehat-sehat aja habis makan di Restoran Padang.

Kalau dipikir-pikir, takutnya agak dibuat-buat ya? Tapi ya sudahlah, terima kasih atas perhatiannya.


Wassalamualaikum!