Salah satu bagian yang paling buat jantung debar-debar itu bagian wawancara. Walaupun kata bapak yang mengurusi kegiatan tesnya, wawancara itu tidak begitu berpengaruh dan yang lebih berefek ke hasil akhir itu hasil tes akademik, tetap aja wawancaranya bikin ekspresi kaku dan tangan jadi dingin. Wawancara untuk peserta beasiswa S1 itu diadakan tanggal 19 Agustus 2013 di Kedutaan Besar Jepang.
Sampai di Kedubes, saya baru tahu kalau ternyata ada begitu banyak mahasiswa ITB lain yang juga ikut beasiswa ini. Hal yang buat saya senang adalah saya bukan satu-satunya mahasiswa ITB yang gak resmi. Beberapa saat kemudian kami semua dipersilahkan masuk ke hall kedubesnya, lalu acaranya dimulai. Bapaknya jelasin kalau hari ini ada tes Bahasa Jepang (WHAT?), pengisian formulir beasiswa dan wawancara. Bapaknya sih nyuruh tenang aja soal tes Bahasanya. "Yang penting diisi aja," gitu katanya.
Setelah beberapa basa-basi penjelasan lain, soal tes Bahasa Jepang dibagikan satu-satu. Ada tiga tingkat soalnya. Dari mulai yang mudah (yang gak ada kanjinya), menengah sampai tingkat tinggi (yang banyak kanjinya). Saking gak ngertinya, saya bahkan gak tahu soal itu minta jawaban yang gimana. Dengan menggunakan seluruh pengetahuan hiragana yang saya punya, ditambah nyontoh-nyontohin kanji di halaman-halaman selanjutnya, akhirnya semua soal terisi. Cuma bisa ketawa-ketawa sendiri waktu ngisi tesnya sembarangan. Bapaknya juga terakhir ngasi tahu kalau tes bahasa ini tidak memengaruhi hasil akhir.
Kegiatan selanjutnya adalah pengisian formulir. Sebelum hari wawancara, seluruh peserta disuruh untuk mengisi formulir dan membawa dokumen-dokumen yang diperlukan. Ternyata formulir yang kami isi sebelumnya itu bukan formulir sebenarnya. Pas hari wawancara itulah kami mengisi formulir pendaftaran beasiswa yang sesungguhnya. Totalnya ada empat set aplikasi yang harus diisi.
Masih ada dua lembar lagi |
Apa alasan kamu mengikuti beasiswa Monbukagakusho?
Kenapa kamu memilih Jepang?
Kuliah dimana sekarang?
Bagaimana kalau kamu nanti tidak diterima di universitas yang top, misalnya Tokyo University?
Wawancaranya dilakukan dalam bahasa Inggris, walaupun misalnya gak bisa Inggris juga boleh-boleh aja pakai bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia tidak akan membuat gak lulus kok. Setiap pertanyaan yang diberikan ditujukan untuk kelima peserta, jadi bergilir menjawabnya. Pertanyaan yang dikasih gak begitu banyak. Tapi sewaktu lagi menjawab, mereka sering menanyakan hal-hal lainnya, kayak "How?" Selain itu, saya dan seorang lagi juga dapat pertanyaan ekstra.
Kenapa pilihan jurusannya cuma satu? Kemungkinan lulusnya kan jadi lebih kecil.
Pertanyaan ini yang buat saya super debar waktu wawancara. Begitu berdebarnya sampe pandangan mata saya mutar-mutar dan kepala saya pusing, walaupun saya udah punya jawaban pastinya. Saya berusaha fokus mandangin si ibu-ibu dan berharap lidah saya gak kepilintir waktu ngejawab.
Selesai dengan wawancara, kami dikembalikan ke hall untuk menyelesaikan formulir. Formulir dikumpulkan dan kemudian saya pulang.
Gitulah kurang lebih wawancara yang saya jalanin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar