Jumat, 11 April 2014

Mutarin Tokyo


Pertama saya harus perjelas kalau foto di atas bukan hasil rip off dari Google Images. Itu foto dari kamera hape saya. Oke sip!

Selasa yang lalu, pelajaran udah dimulai, yah tapi apa serunya juga cerita-cerita soal pelajaran. Eh, seru juga sih kalau dipikir-pikir, tapi entar-entar aja ya saya ceritain soal yang begituan. Saya mau kalian yang baca jadi geregetan aja dulu.

Nah, salah satu agenda minggu lalu saya itu adalah jalan-jalan yang literally ke mana kaki membawa (dan ke mana kereta membawa). Kurang lebih jam 9 pagi hari Minggu yang lalu, bel kamar saya bunyi dan ternyata itu salah satu teman Indonesia. Pas mukanya kelihatan di balik pintu, dia yang udah berpakaian bagus langsung ngomong, "Ayo! Jadi kan?" Aku yang masih baru aja bangkit dari kasur cuma bisa bilang, "Eh, udah jam 9?" Dia ngangguk dan aku langsung kayak, "Aaahh jam 9 kok cepat kali?" Masih dalam kondisi ngucek-ngucek mata.

Tanpa mandi, saya langsung ganti pakaian, lipat futon sembarangan, solat shubuh (iya solat shubuh jam 9 pagi), neguk segelas air keran terus langsung keluar kamar dengan ngunyah sepotong roti tawar polos tanpa apa-apa. Keluar dari asrama, tiga orang Indonesia lain udah nungguin saya. Kami jalan ke stasiun terdekat dari kampus. Sampai di stasiun sekalipun, kami belum tahu rencananya mau jalan ke mana. Baru akhirnya pas udah duduk di dalam kereta, setelah dikasih beberapa pilihan, kami mutusin buat naik kereta sampai Stasiun Tokyo.

Saya pernah ke Stasiun Tokyo sebelumnya, tapi waktu itu, kami digiring kayak ternak dari satu tempat ke tempat lain, jadi saya buta arah waktu sampai di stasiunnya. Di stasiun ini juga dua tahun lalu, saya kehilangan name tag Kizuna yang diketik dengan bagus dan dilaminating, yang akhirnya digantiin sama name tag yang ditulis tangan. Setelah keluar dari kereta, panduan yang kami ikuti cuma tulisan 'Central Exit' yang warnanya kuning dan tertulis besar. Sampai di exit-nya, saya cuma bisa shock pas nge-tap train pass buat bayar keretanya. It cost more than 400 yen to get there. TAKAI DESU NE!

Betul-betul tanpa arah, kami keluar dari Stasiun Tokyo dan karena gak tahu mau kemana, kami cuma bisa ngikutin kemana crowd yang paling ramai berjalan. Untungnya tiba-tiba kami ketemu papan penunjuk jalan yang tulisannya: Tokyo Imperial Palace, 450 m. Yah, langsung aja kami telusuri jalannya. Kami jumpa Tokyo Imperial Palace-nya, tapi bukan istananya, cuma Garden-nya. Jadi kalau mau ke dalam istananya itu kayaknya harus ngantri gitu, dan antriannya itu sesuatu sekali.

Di bawah warna hijau ada warna-warni kan? Itu orang
Karena siang itu ceritanya lagi jadi turis, bukan jadi international student, kami mutusin buat ke Tokyo Tower (Tokyo Tawaa kalau kata orang Jepang). Gilanya, pedoman jalan yang kami pakai cuma ujung puncaknya Tokyo Tower yang kelihatan nyembul di antara gedung-gedung. Tower yang 'kelihatan' dekat itu akhirnya baru kesampaian setelah 1,5 jam berjalan kaki.


Dari Tokyo Tower, setelah tanya orang sana-sini, kami ke Ginza lewat subway. Sampai sekarang saya masih gak nyangka bisa bilang, "Iya, minggu lalu aku jalan-jalan ke Ginza," Yah cuma jalan-jalan aja lah, mana sanggup belanja di situ. Belanja di convenience store aja masih hitung-hitung, apalagi belanja di Ginza. Perjalanan hari itu akhirnya ditutup dengan kunjungan ke Shibuya. Jadi, Shibuya itu ada di jalur pulang, jadi sekalian aja disinggahin. Kapan-kapan lagi coba ke Tokyo Tower, Ginza sama Shibuya? Apalagi kalau udah mulai belajar dan dikasih banyak tugas, ninggalin kampus aja mungkin udah malas. Tapi sebenarnya hari ini rencananya mau ke Tokyo Tower lagi sih, soalnya waktu itu kamera digital ketinggalan di sana. Yaaah, gitulah.

9 komentar: